Seperti Ageratum,
wujud dirinya sekuntum,
hanya sekadar penyeri di situ,
tak lebih dari itu
Entah mengapa
cahaya masih tak menyuluh
terasa begitu 'jauh'
Sekilas dia memeriksa
ada manusia,
karib di sisi
namun terasa bersendiri
Dia tak tahu berkata apa
boleh dihitung butir perkataannya
didorong pertanyaan baru mula bicara
Selalu diasak,
'mengapa sepatah saja'
'bercakaplah banyak, biar orang suka'
tak kurang juga yang berkata 'jadilah seperti dia'
Dia mulai kurang selesa
tenaga sosialnya sampai di situ
sudah tidak bersisa
acap kali begitu
Tangannya menari
pada papan kekunci
deretan manusia
riuh rendah di bulatan laman maya
saling berinteraksi
seakan sudah berabad mengenali
walhal kenal baru sehari
Tubuh berpusing
melihat sekeliling
tapi masih juga berasa asing
Dia mara ke pantulan kaca
terlihat kelibat diri sendiri
tegak berdiri
dengan topeng angan-angan
bibir terukir garis senyuman
tampak bahagia
Seperti ada penanggungan
yang bersarang
rasa tak dihiraukan
Dia pengen bicara
dia mahu diwawancara
hiruk pikuk di dalam sana
dialog sudah tersedia
tapi untuk mula,
itu kelemahan yang nyata
kosa kata sering sesat
bagaimana mahu mula berucap?
Di hatinya yang luhur
terasa tersangat berat
namun payah ditutur
seperti ada yang tersekat
Dia robek topeng palsu
lalu dilempar tak segan silu
berjalan meninggalkan keramaian orang
tak lagi melihat belakang
Raut durja seperti mahu menangis
namun tiada air mata yang menitis
mata penuh cerita
mulut tak berbunyi walau satu aksara
Bergema-gema lantunan suara di hati
'Introvertku ini bukan khilaf hakiki
aku juga ingin menari
dengan rentak tariku sendiri
Mengapa diasak menjadi 'si dia' dan 'mereka'?
aku punya cara untuk gembira
tak perlu ku tukar sekadar 'buat orang suka'
aku seperti ini
sudah bahagia.'